PART 6 - Good Things Come to Those Who Wait


Terkadang, yang membuat sedih ketika gagal itu, bukan semata kegagalan itu sendiri. Toh aku mengerti bahwa ketika mencoba, kemungkinannya cuma dua, sukses atau gagal. Apa salahnya gagal?
Namun, reaksi orang-orang ketika kita gagal itu terkadang lebih membuat sedih.
"Hah? Gak lulus? Masak?"
"Gak lulus? Jangan bercanda lah."
"Gak lulus? Coba liat lagiiii, manatau namamu keselip."
Seolah-olah aku tidak boleh gagal ketika mencoba.

Pengalaman-pengalaman itu yang membuatku untuk memilih diam dan cenderung menutup-nutupi fakta bahwa aku mendaftar beasiswa ini. Hanya segelintir orang yang mengetahuinya.
Namun, aku juga sadar, seiring berjalannya waktu, informasi in akan diketahui banyak orang. Bagaimanapun cara aku menyembunyikannya.
Ketika informasi sudah menyebar, dan pengumuman akhir belum keluar, aku harus siap dengan pertanyaan :

"Gimana? Udah dapat kabar?"
Well, itu tidak buruk.
Hanya saja, terkadang aku takut atas ekspektasi orang-orang yang terlalu tinggi, terhadapku. Aku bahkan tidak punya ekspektasi setinggi itu terhadap beasiswa ini. Aku memaksimalkan usaha serta doa, dan meminimalkan harapan. Meski itu terdengar tidak mungkin.
Aku berusahan untuk pasrah, menyerahkan segalanya pada Allah.

Ketika aku terlihat sudah lelah menunggu dan lelah dengan pertanyaan
"Gimana? Udah dapat kabar?"
Salah satu dosenku berkata:
"Good things come to those who wait."
Itu bukan kata-kata baru untukku, aku sudah pernah membacanya beberapa kali, dan bahkan aku tempel di kamarku.
Tapi, aku tidak pernah terpikir akan kata-kata itu selama ini.

Selang beberapa hari setelah itu, kabar itupun datang.
Mimpiku sedikit terlihat lebih jelas dari sini.

Aku terpilih menjadi finalis beasiswa ini.

05 Mei, 2016 00.18 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?