“talking to someone everyday for hours can be pretty destructive. because there will come a day when you don’t speak at all and it’s going to be the loneliest feeling in the world.

Terima kasih, untuk melakukan sebaliknya
Biasanya kalau lagi gak enak badan, aku gak langsung menyimpulkan bahwa aku kelelahan dan butuh istirahat. Karena bisa saja aku demam karena bosan, atau lagi pengen sesuatu. Entah ajaran dari mana memang. Tapi, pernah beberapa kali, ketika lagi demam, aku malah memilih hangout sama teman-temanku, hasilnya sembuh! But seriously, pas kita sakit, psikologis emang butuh ngasih obat juga. Kita musti bahagia dan optimis kalo kita gak apa-apa. Yakan anak-anak psikologi???
Jadi, itu yang kulakukan saat aku mulai meriang di kampus hari Selasa lalu. Cuaca alhamdulillah luar biasa cerah akhir-akhir ini. Aku selalu sukses sampai rumah dengan muka merah padam menuju gosong. Senin dan Selasa minggu ini, berturut-turut aku ke kampus pagi-pagi menerjang angin pagi bypass yang udah gak pernah segar lagi karena asap mobil-mobil ber roda 12 ke atas itu. Bisa jadi aku memang lelah. Tapi, sore itu aku ajak si Uni untuk mejeng. Kami makan di daerah pondok. Aku memesan batagor ikan yang sukses buat aku felt even worse. Aku lupa bahwa aku belum ada makan nasi seharian. Setelah itu aku gak selera makan apa-apa lagi. Kami lanjut nge gaul di tepi pantai, menikmati pemandangan matahari terbenam. Sampai kami di pantai, matahari masih tinggi. Angin lumayan sepoi-sepoi berpotensi bikin masuk angin- aku makin merasa sedih, eh maksudnya gak enak badan.  Matahari terbenam, kami pulang. Sesampainya di rumah, aku mandi. Selesai mandi, aku mulai bersin-bersin. Aku putuskan untuk cepat tidur. Sepertinya ini bukan demam karena bosan.
Esok paginya, suhu tubuhku 39.1 C.
Padahal hari itu aku berencana untuk bimbingan, dan juga, ada take home test yang belum aku kerjakan tapi harus di kumpul hari itu. Aku masih optimis untuk bisa ke kampus, pake GoJek. Aku kerjakan take home test ku sambil menggulung badan di selimut. Selesai take home test, aku langsung tepar lagi- pake drama muntah dulu tapi.
Siangnya, aku nge cek hp. Ada satu pesan dari dosen pembimbingku. Bapak memberitahu bahwa jika aku ingin bimbingan saat itu, Bapak ada di jurusan. Oh Bapaaaaak. Kalau saja aku masih punya sisa-sisa tenaga untuk bangkit. Karena aku hanya perlu memperlihatkan form pengamatan, jika disetujui, aku bisa mulai penelitian. Aku membalas pesan Bapak dengan meminta maaf dan menyebutkan bahwa aku sedang dilanda demam. Bapaknya membalas "Syafakillah, semoga lekas sembuh."
Itu memang cuma pesan sederhana.

Tapi, dampaknya mungkin bisa nurunin 1 derjat suhu badanku. 
Bagaimana tidak, itu dari dosen pembimbing tugas akhir ku. 

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?