Musim rindu.
Bening di mataku berguguran.

30 Hari Menulis Surat Cinta, Hari Pertama : Ayah

Dear Ayah,
Kabarku baik-baik saja. Aku telah menyelesaikan semester tiga ku, Yah. Semoga nilai yang terpampang di portal memuaskan ya, Yah.
Ayah, banyak sekali yang ingin ku ceritakan pada Ayah, tentang kuliah, tentang merantau, tentang hidup, tentang hati juga. 
Aku rasa aku sudah mulai dewasa sekarang, Yah. Tahun ini aku akan merayakan ulang tahunku yang ke-20. Waktu cepat sekali berlalu. 
Tahun ini juga genap 6 tahun semenjak kepergian Ayah. 
Aku rindu sekali pada Ayah. 
Semester ini, aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki nilaiku yang sempat terjun payung semester lalu, Yah.
Kuliah itu memang tidak seperti yang di film-film ya, Yah. 
Susah. 
Tapi aku selalu ingat Ayah, selalu ingat perjuangan Ayah ketika kuliah dulu, cerita-cerita Ayah yang selalu sukses membuat aku mewek atau paling tidak berkaca-kaca. 
Aku tidak akan menyerah kok, Yah.
Yah, sekarang sarjana teknik sudah tidak bergelar insinyur lagi. Aku tidak jadi mendapat embel-embel Ir. didepan nama seperti nama Ayah. 
Dulu sekali, saat aku mengatakan aku akan menjadi insinyur pertanian seperti Ayah, Ayah tidak setuju. Ayah pengennya aku jadi dokter, tapi anak Ayah ini cemen, Yah. Aku bahkan takut sama darah. Ayah mengatakan bahwa anak perempuan Ayah jangan bekerja di lapangan, panas-panasan, nanti makin gelap :D ehehehe. 
Tapi sekarang aku malah kuliah di teknik. 
Aku yakin Ayah setuju dengan pilihanku. Aku bahagia disini, Yah. 
Kuliahnya lumayan asik, aku bisa belajar banyak hal, salah satunya tentang waktu. Kalau dulu waktu SMA, tidak pernah aku begadang untuk belajar atau mengerjakan tugas, tapi kalau begadang buat nonton jangan ditanya. Apalagi dulu waktu Ayah masih ada, waktu kita masih tinggal di perkebunan, tidak ada tidur diatas jam 10 malam. Tapi sekarang, Yah, anak Ayah ini hampir tidak pernah lagi tidur dibawah jam 10-kecuali ketiduran. Kalau dulu aku bangun tidur dengan membaca doa bangun tidur, semenjak kuliah-apalagi selama semester tiga ini- aku sering terbangun dengan mengucapkan "astaghfirullah aladzim", ya karena aku ketiduran saat sedang mengerjakan laporan. Kalau boleh melawak, kenapa udah kuliah seperti ini masih harus ngelapor-lapor ya, Yah? Hehe. Pun terkadang, aku tertidur namun hanya sekedar memicingkan mata. Tidur tapi otak tetap memikirkan banyak hal, ini-itu.
Tapi terlepas dari semuanya, hal-hal itu mengajariku untuk lebih-lebih-dan lebih lagi menghargai waktu, Yah.
Aku bahagia disini, Yah.

Yah, banyak sekali sebenarnya pertanyaan-pertanyaan tentang hidup yang ingin aku tanyakan kepada Ayah. Aku ingin bertanya secara detail tentang bagaimana Ayah dulu semasa kuliah, pernahkah tidak Ayah merasa bosan, pernahkah tidak Ayah merasa salah jurusan, dan pernahkah tidak-pernahkah tidak yang lainnya.
Pun tentang hati, Yah.
Bagaimana rasanya punya kesempatan untuk menceritakan tentang seseorang yang mencuri perhatianku pada Ayah..
Bagaimana rasanya ketika Ayah menasihatiku untuk tidak boleh ini-itu..
dan bagaimana-bagaimana lainnya yang aku sangat ingin merasakannya, Yah.

Ayah, bisakah kita bercerita banyak dalam mimpi?
Aku sangat rindu Ayah.

Medan, 17 Januari 2015
Dari anak yang paling bangga memiliki ayah seperti Ayah :-) 
"ERRRR. Tau gak sher, tadi pas aku lagi di musholla kan, ada lah kawan-kawan kita lagi ngobrol, jadi gak sengaja lah ku dengar, tau gak mereka bahas apa? Bahas Uda itu! Diantara yang ngobrol itu ada yang suka sama Uda itu. Gak cuma satu orang pulak. Kemaren di tempat lain juga ada yang lagi nyeritain Uda itu sambil nyengar-nyengir gak jelas. Kenapa banyak kali yang suka sama Uda itu."
"Iya, banyak kali orang yang udah gak waras pulak."
*Seketika melongo
Bisa jadi, orang lain menganggap itu tidak penting
Apalah guna membaca tulisan panjang-panjang begitu
Terlebih, siapa rupanya yang menulis?

Bisa jadi, ada yang membaca itu kata demi kata.
Mencernanya kalimat demi kalimat.

Karena, tidak semudah itu membahasakan pikiran.
Tidak seremeh itu mengalimatkan perasaan.

Rindu
Bawa aku kembali ke masa itu
Dimana perjumpaan tidak mengutamakan update-an
Dimana kami saling memandangi wajah satu sama lain
Bukan layar 5 inchi di tangan masing-masing

Beginilah waktu mempermainkan kami
Mengubah perangai sesuai lubuk

Aku rindu
Masa-masa yang telah lalu
Teman-temanku yang dulu



 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?