Senja ini aku menangkap sepotong senyum yang tak asing. Betapa lucu ketika beberapa detik waktuku menyaksikan senyum itu membuatku mengingat banyak detail dari bertahun-tahun lalu, yang kupikir sudah kulupa. Yang kulupa mungkin adalah fakta bahwa otakku masih mengingatnya. Menyimpan memori itu di satu ruang, yang kututup rapat sudah, berharap aku tidak pernah perlu untuk membukanya lagi.
Aku salah, ruang itu tetap menjadi bagian diriku. Sekuat apapun aku memaksa untuk menutupnya rapat-rapat, hal-hal di dalamnya akan selalu punya cara untuk muncul ke permukaan pikiran.
Untuk menyadarkanku, bahwa manusia tidak akan pernah sanggup menghapus kenangan.

Agustus

ROADTRIP

Banyak perjalanan di bulan ini. Aku dan partner akhirnya memutuskan membeli sebuah mobil untuk mempermudah perjalanan kami di Australia. Bekerja di perkebunan berarti kami akan tinggal di daerah-daerah bukan kota, kami tidak bisa bergantung pada transportasi publik. Sejauh ini, aku masih nyaman untuk bekerja di farm meski pilihan pekerjaan untuk anak-anak WHV sebenarnya banyak. Entahlah, aku pikir dulu aku akan selalu semangat untuk mencoba hal-hal baru. Tapi sekarang aku malah merasa nyaman dengan hal yang sama. Mungkin sedang merasa lelah untuk beradaptasi terhadap hal baru. Aku cukup dengan rasa nyaman.

Roadtrip pertama kami adalah perjalanan dari Brisbane ke Emerald. Kami membeli mobil di kota yang terkenal dengan mobilnya yang murah dan bagus, Brisbane. Lalu kembali ke Emerald, tempat kami bekerja. Namun pekerjaan di Emerald sudah di penghujung season. Pekerjaan terakhir kami berhubungan dengan kebun anggur. Sekarang kami berencana untuk pindah, ke Coffs Harbour. Kota di pinggiran pantai, kota yang letaknya kurang lebih tepat di pertengahan Brisbane dan Sydney.
Perjalanan Brisbane-Emerald-Coffs Harbour benar-benar menyenangkan dan melelahkan. Pemandangannya jangan ditanya.
Luar biasa.
Bukit, padang rumput, tanah gersang, kota, desa, hutan, pantai. Dari Queensland ke New South Wales.
Di perjalanan ini, I learnt something the scary way; kalau mau roadtrip di Australia, pilih jalur yang lewatin kota. Jangan langsung percaya sama shortest route yang ditawarin map. Cek dulu.
Kenapa scary way? Karena kami ngelewatin daerah yang gak ada apa-apa selain hutan. Dan itu jalan kecil, bukan highway. Hampir kurang lebih sejam, cuma mobil kami yang ada di jalan itu. Aku sudah berpikiran yang macam-macam. Musik sudah aku pelankan- pertanda bahwa hati mulai tidak tenang. Sepanjang jalan aku memperhatikan sekitar, mencari-cari jika ada rumah atau mobil atau tanda-tanda kehidupan lain disana. Nggak ada. Sinyal juga hilang.
Pas sinyal sudah muncul, aku langsung cek map, ternyata kami keluar dari highway dan masuk ke jalan kecil sebagai shortcut.
Namanya orang indo, walau udah terancam juga masih ada untungnya; untungnya hari masih terang. Aku langsung cek rute yang tersisa, memastikan gak akan ada lagi jalan-jalan kecil di depan kami. Cukup mudah untuk memastikan gak masuk jalan kecil; keep the route on the highway.

Ah iya, kami juga singgah di Gold Coast, main di the famous Movie World! We checked another Australia list! Walaupun, sejujurnya, aku rasa Dufan lebih keren dan wahananya lebih banyak.

Pantai di Gold Coast itu bagus! Banyak turis tapi tetap bersih.
Cari parkir susah di Gold Coast (atau di kota-kota besar lainnya). Parkir di kota itu kebanyakan berbayar, kalo yang gratis, biasanya dibatasin waktu. Misal kalo ada tanda 2 jam, berarti setelah dua jam harus pindah. Dan kalo sembarangan parkir, siap-siap dapat surat cinta dari polisi. Denda.
Ngomong-ngomong denda, di roadtrip ini kami juga kena denda. Gak kami sih sebenarnya, partner ku. Karena dia yang nyetir. Fine for speeding. Kamera yang bisa ngukur kecepatan mobil ada dimana-mana dan kita gak bisa selalu tau letaknya, mobil kami ketangkap dua kali pas lagi exceed speed limit. Dendanya berapa? Hehe, kurang lebih 170 dolar :))) Kami tanggung berdua karena aku juga ngerasa lalai ngerepetin dia masalah speed limit.
BUT SERIOUSLY, jalanan yag lurus dan mulus emang kadang terlalu menggoda untuk nambah kecepatan. Apalagi kalo gak ada rintangan di depan. 

COSTA BERRIES

Akhirnya kami dapat panggilan induction di Costa! One of Australia's giants! 
Setelah hidup di jalan kurang lebih semingguan, kami nyampe di Woolgoolga, NSW. Siap-siap untuk kerja keras lagi setelah hepi-hepi liburan sana sini. Kerjaan kami selanjutnya adalah metik blueberry yay! Kata Akmal, kerjaan ini lumayan gampang dan gak capek. Easy money. Aku lumayan percaya dia yang udah berpengalaman kerja lebih dari dua tahun di berbagai penjuru Australia. Suhu!!!
Kerja metik blueberry ini dibayar piece rate. Umumnya kerjaan farm itu dibedain jadi dua, hourly atau piece rate. Kalau hourly udah ketebak dari namanya lah ya, dibayar sesuai berapa jam kita kerja. Nah kalo piece rate, dibayar berdasarkan berapa banyak yang kita kerjakan/dapatkan. Biasanya kerja metik-metik berries ini piece rate. Jadi makin banyak kita petik, makin banyak duit yang didapat. 
Artinya, harus kerja lebih cepet! Awalnya aku ragu sih untuk kerja piece rate gini, udah terbiasa kerja hourly, dan apalah aku yang cuma cepet pas makan doang. Urusan lainnya lambat. 
But my boyfriend is here to help meeeeh!
Dia emang kerjanya cepet, kalo lagi niat. Di kerjaan kami sebelumnya, dia jadi salah satu top crews (dan aku ada di bottom three). Jadi kesayangan supervisor dong dia. Dan kesayangan aku juga pastinya. Hoho.

WOOLGOOLGA

Awalnya kami berencana untuk cari shared house di daerah Coffs Harbour, tapi karena Woolgoolga lebih dekat jaraknya ke tempat kerja, dan masih dekat juga ke Coffs Harbour, kami akhirnya memutuskan untuk tinggal di kota ini. Tepi pantai. Cuma 5 menit jalan dari rumah sudah bisa jumpa pantai. Pantai di NSW agak beda sama pantai di Queensland. Disini pantainya gak banyak buaya, dan airnya lebih biruuuuu. Bisa banget buat berenang. Betah lah pokoknya aku disini. Mo punya rumah disini bisa gak ya? 
Suasananya, ya, macam suasana di kota-kota kecil Aussie lainnya; tenang, bersih, rapi. 
So far, ini kota favoritku di Aussie. 




Lagi pengen sarkas

"Kemarin saya dimarahin suami saya, Win."
"Eh kenapa, Bu?"
"Iya, kan kita pulang kerja bareng-bareng tuh, pas nyampe rumah, ya biasalah ya, ibuk-ibuk pantang nengok rumah berserak, jadi saya langsung ambil sapu, mau nyapu. Eh dia marah, dia mau kami sama-sama istirahat. Ya saya capek sih, tapi gimana, udah kebiasaan beberes rumah dulu walaupun pulang kerja. Dia bilang gini; kita sama-sama kerja seharian di luar, sekarang saya mau istirahat tapi saya mau kamu juga istirahat. Rumah nanti kita beresin sama-sama."
"Waaaah.."
"Iya, dia juga selalu nyiapin dinner. Jadi saya cuma nyiapin sarapan sama buat bekal lunch, nanti pas dinner, saya tinggal nunggu dia siapin aja."

Itu percakapanku sama seorang ibu indo yang nikah sama bule. Bergaul sama mamak-mamak yang punya suami bule disini jadi nambah insight ku, bahwa pekerjaan rumah itu sangat mungkin untuk dibagi antara suami-istri, hal yang sangat jarang kulihat di lingkunganku dulu. Mungkin karena lingkunganku patriarkinya tinggi ya.

Aku juga pernah ngobrol sama satu mamak indo lagi,
"Coba perhatiin deh, Win, kebanyakan yang kawin campur itu, ceweknya yang orang indo, cowoknya bule. Kenapa coba? Karena budaya kita yang cewek itu kan diajarin dari kecil untuk ngurus rumah, masak, sedangkan disini itu, biasanya dari kecil gak dibedain mau anak cewek atau cowok, ya harus ngerti pekerjaan rumah. Jadi laki-laki bule itu jarang expect perempuan untuk ngerjain semua pekerjaan rumah, karena mereka tahu kalo itu tanggung jawab mereka juga. Nah, coba deh bandingin sama mindset laki-laki di indo, dan gimana kalo mereka nikah sama cewek bule yang dibiasain sama kesetaraan peran di kehidupan sehari-hari?
Suami saya itu sering banget muji saya rajin, jago masak, bahkan untuk hal-hal sepele kayak beresin tempat tidur aja saya sering dipuji dan di-terima kasih-in."

Memang gak bisa dibandingin sih, ini udah masuk ke budaya dan kebiasaan.
Gak apple to apple perbandingannya. Cuma bisa diterima sebagai pandangan lain aja.
Hhh, bisa berharap apa sih kita sama orang-orang di negara yang RUU-PKS aja susah banget disahkan.

Hehe.

Kamu bebas menentukan apapun,
bersedia untuk bersamaku atau menyerah saja.
Pilihan terbuka sebesar-besarnya, kamu hanya perlu memilih sebaik-baiknya.
Aku sudah tidak takut pada perasaan luka dan kecewa. Tak peduli seberapa parah, tak peduli seberapa lama. Nanti perasaan itu akan pulih dengan caranya sendiri.
Kehilangan, ditinggalkan, memutuskan untuk pergi, adalah hal-hal yang mengajarkanku bahwa pada akhirnya aku akan menjalaninya sendiri.
Kamu pun.

Kita perlu untuk memikirkan kebahagiaan kita.
Bersama, ataupun sendiri-sendiri.

Kita memiliki banyak sama

Sama-sama suka pantai
Sama-sama ingin tinggal di tempat yang tidak hiruk pikuk
Sama-sama suka merasa tiba-tiba kesepian di tengah orang banyak
Sama-sama kadang merasa tak yakin
Sama-sama egois
Sama-sama keras kepala
Sama-sama merasa paling benar
Sama-sama merasa paling besar berkorban
Sama-sama merasa sudah berjuang

Untuk yang terakhir, kita memang benar pernah berjuang. Hanya saja tidak di waktu yang sama.

Juli

Sebelumnya saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan merasa sebaik-baik ini tanpa dia. Saya yang beberapa bulan lalu masih sering mengunjungi ruang hening itu untuk mengurai segala memori dan berharap saya masih punya kesempatan untuk melanjutkan hari-hari saya dengan dia.

You can't unlove anyone. 
Benar. Saya rasa saya tidak bisa membenci dia yang dulu pernah begitu saya cintai. Saya bisa berusaha untuk melepaskannya, tidak memaksa dia untuk tinggal disebelah saya. Tapi yang saya sadari, saya tidak bisa memaksa diri saya untuk membenci dia. Cara seperti itu tidak membantu saya menyembuhkan diri. Yang ada saya hanya semakin ingin memaksa dia untuk kembali.
Saya membiarkan diri saya tetap melihat dia, melalui sosial media. Meski awalnya berat sekali untuk menekan rasa ingin menyapa, tapi tetap saya lakukan berulang-ulang. Sampai akhirnya saya mampu membiarkan diri saya melihat dirinya tanpa ada perasaan terluka, tanpa ada perasaan ingin kembali ada di sampingnya.

Saya juga tidak lagi merasa bahwa dia meninggalkan saya dan saya ditinggal ataupun sebaliknya. Jalan kami berpisah. Tidak lagi sama dan tidak bisa dipaksa untuk terus bersama.

Semoga dia selalu berada di sekitar orang-orang baik dan selalu ada buat dia. Semoga ribuan bintang senantiasa menemaninya meraih apa yang sedang diperjuangkannya.

Selamat bertambah umur.


Sederhana

Akan ada pagi dimana kamu bangun dan merasa berat untuk memulai hari. Jenuh menjalani rutinitas yang itu-itu saja. Terasa mulai bosan meski beberapa waktu yang lalu hal tersebut adalah hal yang kamu impikan. Merasa tidak ada semangat dan mulai mempertanyakan apakah ini yang benar-benar kamu inginkan.  
Tapi kamu tetap bangun, tetap menjalaninya, meski kamu tahu bahwa hari itu mungkin akan kembali berakhir kurang menyenangkan, tidak ada perubahan yang berarti. 
Kadang, yang mampu membuatmu tetap semangat adalah kebahagiaan yang bisa kamu cipta dari hal-hal sederhana. Seperti aroma masakan, mendengar lagu favorit terputar di radio, jalanan yang sepi, melihat pekarangan rumah yang penuh bunga, obrolan dengan seseorang, melihat pesawat melintas di langit, Hanya hal-hal sederhana. Tapi tak mengapa. Kamu masih bisa mencipta bahagia, itu yang terpenting. 
Bahagia-bahagia kecil yang mampu membuat kamu melewati satu hari lagi, dan lagi. 

Diantara tujuan-tujuan dan mimpi-mimpi, disitulah kamu hidup. 
Dengan kebahagiaanmu yang sederhana. 

Hardest Part

Hari ini saya ingin memastikan bahwa kamu sehat,
kamu sudah makan tepat waktu, 
kamu sudah beribadah, 
kamu sudah tersenyum, 
kamu sudah tertawa, 
kamu nyaman dengan apapun yang kamu lakukan

kalau kamu belum makan, saya ingin mengirimi pesan untuk mengingatkan
kalau kamu sedang pusing dengan pekerjaan, saya ingin suara saya di seberang sini bisa sedikit menghibur dan menenangkan
kalau kamu sedang tidak mood, saya ingin mengeluarkan humor-humor receh saya untuk membuatmu kembali ceria
kalau kamu sedang kecewa, saya ingin menjadi tempat kamu bercerita

tapi saya sudah tidak bisa
tidak bisa melakukan apa yang ingin saya lakukan
tidak bisa memberi perhatian meski saya masih sangat peduli dengan kamu

kata seseorang, 
"The hardest part of letting someone go is that you still care for them but can't take care of them."

Mareeba,
18 Maret 2019

Kemarin hapeku kelindes mobil. Masih utuh bodynya, tapi LCD nya udah rusak parah. Masih bisa bunyi kalau ditelfon atau ada notifikasi masuk, tapi gak nampak apa-apa.
Ingin menangis rasanya.
Hapenya memang gak mahal, tapi itu hape pertama yang aku beli pakai uang sendiri, hasil tabungan ngajar selama berbulan-bulan. Dan selama 9 bulan ini, semua data di hape itu gak pernah aku pindahin ke kartu memori. Foto, catatan, chat, semuanya di memori internal. Mau dipindahin ke laptop, hapenya gak bisa dihubungkan langsung ke laptop, harus diatur dulu. Ya bagaimana mau ngatur kalo udah hitam semua layarnya. Sungguh sakti kalo aku bisa nebak dimana posisi menu dan pilihannya.

Hape bisa dibeli lagi, tapi foto-foto di dalamnya itu gak akan bisa kudapat lagi,

MO NANGIIIIIIIIIIIIIIIIIIIS T.T
Today marked the three months since my first day of work.
From shed to paddock.
From 15 degree cold room to 38 degree under the sun.
From lychee to grape to lime.

Life is not easier in here, but it's better.

Past Tense

Dulu sekali, waktu aku masih SMP, aku bercita-cita ingin menjadi seperti Papa. Kerja di perkebunan, pakai sepatu boots, dan pergi pagi buta. Keren sekali bagiku. Tapi Papa melarang. Tidak ingin anak perempuannya kerja panas-panasan, di tengah kebun yang bisa jadi tempat hidup binatang berbahaya. 
Sesekali, aku ikut Papa kerja ke lapangan ketika akhir pekan. Atau mengunjungi kantor Papa yang saat itu ada toples-toples ulat hama. Atau mencoba membolak-balik buku bacaan Papa yang setebal bantal. 
Lalu Papa pergi. Laki-laki keren yang selalu membuatku bersorak "Papa pulang!" dari dalam rumah ketika suara mobilnya kudengar memasuki garasi. Papa pulang ke tempat yang berbeda dengan biasanya. Papa pulang selamanya. Aku tidak bersorak kali ini. 

Dan hari ini, sudah 9 tahun lebih berlalu, 
di kebun anggur, thousands kilometer away. Aku memakai sepatu boots, pergi kerja pukul 4.30 pagi, kerja di bawah matahari, lalu sesekali bertemu ular dan bermacam ulat hama. 

"My dad is an agronomist.", kataku suatu hari pada supervisorku. 
"Oh really? Where does he work?"
"In a palm oil plantation."

Aku tahu, ada yang tidak benar dengan tata bahasaku. Kita seharusnya menggunakan past tense untuk orang yang sudah tidak ada, kan?
But he is still here somehow. Di dalam hatiku. 



Tubuhku

Teruntuk tubuhku, maaf untuk beberapa bulan terakhir aku tidak terlalu memperhatikanmu. 
Apa kabar luka-luka di ujung jarimu? Itu akibat aku yang terlalu malas untuk memakai sarung tangan saat bekerja, ya.
Kalau belang di wajah dan tanganmu? Itu juga akibat aku yang terlalu santai menghadapi matahari disini yang sebenarnya bisa jadi sangat bahaya, hanya karena kulitku sudah terlanjur gelap juga. 
Aku tidak seharusnya menjadikan lelah dan sedihku alasan untuk mengabaikanmu, kan. 
Sebab nyatanya, hanya kau yang sampai sekarang tetap membersamaiku tidak peduli sudah berapa kali aku menyakitimu, ingin merubah sesuatu dari dirimu, bahkan beberapa kali berharap agar kau celaka saja. 
Aku kembali menangis beberapa hari ini. Sakit seperti ini sulit sekali rasanya sembuh. Mungkin kau lelah denganku yang sulit mengerti bahwa aku seharusnya berhenti menangisi dan menyesali hal-hal lalu itu. Aku seharusnya sudah bisa kembali makan makanan favoritku tanpa perlu kehilangan selera saat tiba-tiba sendu menghampiriku. Kurasa ini penyebab massamu yang tetap berkurang meski aku sudah makan cukup teratur akhir-akhir ini. 

Aku masih perlu belajar banyak tentang hubungan kita. Pada akhirnya, hanya aku dan kau yang akan menjalani ini. Hanya kita yang tahu apa yang telah aku lewati. 
Dan hari ini, aku ingin sebentar saja memeluk dan mendekapmu, mencoba mendengarkan barangkali kau ingin menyampaikan sesuatu padaku. 
Tubuhku, aku ingin kamu tetap kuat. Hari-hari sulit ini, aku tidak tahu entah kapan akan berakhir. Tapi aku akan tetap berusaha untuk kembali membawa bahagia itu pada kita.
Aku akan tetap belajar mencintai diriku, kamu. Aku salah pernah mendahulukan cintaku pada seseorang lain. Kamu pasti tidak setuju jika aku terus menyalahkan diriku, kan?
Baiklah. Bantu aku berdamai, ya. 

How I ended up working in Australia

Kalo pertanyaan h-o-w biasanya jawabannya adalah prosedur atau cara kan ya. Tapi sebelumnya aku mau jelasin secara singkat tentang visa yang aku pakai untuk bisa kerja di Australia. Namanya Work and Holiday Visa atau disingkat WHV. WHV ini memungkinkan kita untuk kerja dan berlibur di Australia, percis lah kayak nama visanya. Ini itu kesepakatan pemerintah Indonesia sama Australia. Setiap tahun, Australia memberikan kesempatan untuk bekerja dan berlibur di Australia selama setahun kepada 1000 orang Indonesia. Yes, kuotanya 1000 per-tahun.
Kenapa visa ini menarik?
Karena kita bisa gampang kerja di Australia pake visa ini. Coba deh cek cara dan syarat pengurusan visa kerja ke negara-negara lain. Deuh ribetnya. Kita harus punya sponsor dulu di negara tujuan, sponsor ini biasanya berupa perusahaan yang udah mau nerima kita sebagai pegawainya. Dan mencari pekerjaan di luar negeri dengan ijazah Indonesia itu, gak mudah. Pake WHV, kita gak perlu cari kerjaan/perusahaan yang mau nerima kita dulu. Kita bisa nyari kerjaan pas udah nyampe di Australia. Jadi kita dikasih visa, ke Australia, baru cari kerjaan.

Persyaratannya apa aja?
Visa ini punya kuota per tahunnya, 1000 orang. Dan pendaftarannya buka setiap awal Juli, ditutup ketika kuota udah terpenuhi. Tahun ini, kuotanya ludes dalam waktu delapan JAM. HEHE.
Aku udah mantengin info tentang WHV ini dari bulan Juni. Mulai gabung ke grup Facebook, terus tiap ada yang buat grup di Whatsapp atau Line, aku selalu gabung. Sampe akhirnya bulan Juli dateng dan pendaftarannya ternyata diundur karena Asian Games. Orang imigrasi sibuk ngurusin itu.
Taaapi, meski aku udah ngumpulin niat untuk mulai mempersiapkan dokumen (yang gak simpel), aku belum tergerak untuk daftar IELTS. Entah kenapa, males banget rasanya kemarin. Males belajarnya, dan kalo gak belajar, sayang tesnya mahal, kalo hasilnya jelek, haduuuu :(
Padahal dari awal pendaftaran itu seharusnya buka Juli, tapi aku baru tes IELTS awal Agustus. Itupun baru belajar pas udah terlanjur daftar dan bayar, ya mau gak mau lah belajar.
Setelah tes, hasilnya keluar dua minggu. Aku tes 11 Agustus. Hasilnya keluar tanggal 24 Agustus. Aku deg-degan tiap hari mantengin updatean Instagram imigrasi, "Jangan buka dulu pendaftarannya, jangan…"
Selagi nunggu IELTS, aku ngelengkapin berkas lain, kayak SKCK dari Polda, ngambil Ijazah ke Padang (akhirnya aku ada motivasi untuk ke Padang setelah malas-malasan di Medan 3 minggu), dan persyaratan dokumen lainnya.
Selesai ngurus dokumen dan dapet sertifikat IELTS hari Senin, Senin sore aku baca updatean kalo WHV bakalan buka besoknya (Selasa), weeeeeew. Aku ditungguin atau cemana ini? Wkwkwk.
Aku siapin semua berkas dalam format dan ukuran sesuai persyaratan, mantengin laptop dari hari Selasa jam 6 pagi, pendaftarannya buka jam 8 pagi. Aku yakin ini traffic di webnya bakalan heboh. Bener aja, jam 8 teng aku refresh webnya, langsung down. Aku gak berhasil masuk. Long story short, aku berhasil tembus ke webnya jam 12 siang. 4 jam aku grasak-grusuk nengokin angka kuota yang makin nurun tapi form pendaftarannya masih gak bisa ku akses. Pas bisa, ternyata ngisi formnya cuma dikasih waktu 10 menit. Hadeeeeeeeeh. Kemaren itu udah pasrah aja, kalo emang gak dapet kuota tahun ini, yaudahlah. Walaupun pasti bakalan kesel karena untuk ngurus ini itu gak sedikit waktu dan biaya yang kukorbankan.
Akhirnya setelah gagal isi form sekali karena kehabisan waktu, aku berhasil dapat satu kuota jam 1 siang. Fuuuuuhhhhh legha.

Aku pilih waktu wawancara paling awal, 12 September.
Sebelum wawancara pun, ada lagi dramanya, yang mungkin gak akan aku ceritain disini.

Agustus daftar, September wawancara, Oktober visaku terbit, November aku berangkat ke Australia. Gak nyangka bakalan sekilat ini. Padahal beberapa bulan sebelumnya aku masih ragu-ragu. Pun setelah nyampe di Aussie, aku masih sering gumam, ini bener gak sih aku udah disini?

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?