Tubuhku

Teruntuk tubuhku, maaf untuk beberapa bulan terakhir aku tidak terlalu memperhatikanmu. 
Apa kabar luka-luka di ujung jarimu? Itu akibat aku yang terlalu malas untuk memakai sarung tangan saat bekerja, ya.
Kalau belang di wajah dan tanganmu? Itu juga akibat aku yang terlalu santai menghadapi matahari disini yang sebenarnya bisa jadi sangat bahaya, hanya karena kulitku sudah terlanjur gelap juga. 
Aku tidak seharusnya menjadikan lelah dan sedihku alasan untuk mengabaikanmu, kan. 
Sebab nyatanya, hanya kau yang sampai sekarang tetap membersamaiku tidak peduli sudah berapa kali aku menyakitimu, ingin merubah sesuatu dari dirimu, bahkan beberapa kali berharap agar kau celaka saja. 
Aku kembali menangis beberapa hari ini. Sakit seperti ini sulit sekali rasanya sembuh. Mungkin kau lelah denganku yang sulit mengerti bahwa aku seharusnya berhenti menangisi dan menyesali hal-hal lalu itu. Aku seharusnya sudah bisa kembali makan makanan favoritku tanpa perlu kehilangan selera saat tiba-tiba sendu menghampiriku. Kurasa ini penyebab massamu yang tetap berkurang meski aku sudah makan cukup teratur akhir-akhir ini. 

Aku masih perlu belajar banyak tentang hubungan kita. Pada akhirnya, hanya aku dan kau yang akan menjalani ini. Hanya kita yang tahu apa yang telah aku lewati. 
Dan hari ini, aku ingin sebentar saja memeluk dan mendekapmu, mencoba mendengarkan barangkali kau ingin menyampaikan sesuatu padaku. 
Tubuhku, aku ingin kamu tetap kuat. Hari-hari sulit ini, aku tidak tahu entah kapan akan berakhir. Tapi aku akan tetap berusaha untuk kembali membawa bahagia itu pada kita.
Aku akan tetap belajar mencintai diriku, kamu. Aku salah pernah mendahulukan cintaku pada seseorang lain. Kamu pasti tidak setuju jika aku terus menyalahkan diriku, kan?
Baiklah. Bantu aku berdamai, ya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?