Tiba-tiba keinget waktu balik ke Medan puasa tahun lalu, aku beli makanan buat buka puasa di pusat jualan menu berbuka gitu. Tempatnya jual semua jenis makanan dari yang ringan sampe makanan berat. Pas baru masuk, aku langsung ngiler nengok ikan bakar gede yang mereka pajang. Aku langsung ngantri, sambil berdoa gak ada orang yang ngeduluanin aku mesen ikannya. Pas udah nyampe giliranku, aku langsung bilang sama mbaknya;
"Mbak, saya mau ikan bakar yang itu ya."
Jadi, disini itu sistemnya kita pesen dulu apa yang kita mau, mereka bakalan bungkus, lalu kita ngantri lagi buat bayar di kasir, mereka bakal kasih makanan kita di kasir setelah kita bayar.  
Eh si mbak-mbaknya sambil agak nengokin aku dari atas sampe bawah, langsung ngomong dengan judes;
"Ini harganya 50.000"
Aku berusaha untuk gak nyolot, mungkin mbak ini pikir aku anak kosan ya, atau tampangku kayak gak bisa bayar. 
"Iya mbak, saya mau satu."
Aku jawab sambil maksain senyum, walau sampe rumah juga masih ngomel-ngomel curhat sama mama.

Waktu SMA dulu, aku dapat nilai merah untuk mata pelajaran Fisika. Di rapot. Iya, tanpa dikasih kesempatan remedial, aku langsung dikasih nilai merah. Setelah itu aku dipanggil ke kantor, sama guru yang ngasih aku nilai merah itu.
Beliau bilang; "Kalau kayak gini, kamu udah gak akan mungkin masuk universitas jalur undangan. Mustahil."

Aku belajar satu hal;
di dunia ini akan selalu ada orang-orang yang punya pola pikir untuk meremehkan atau memandang rendah orang lain. Dan kalau kita ketemu orang yang kayak gitu, yang salah itu mereka, bukan kita. Mau jadiin orang-orang kayak gitu buat motivasi supaya kita bisa buktiin mereka salah? Ya silahkan. Tapi, orang-orang yang suka remehin orang itu, akan selalu ada.

Kalau penasaran, aku berhasil masuk universitas dengan jalur undangan. Di pilihan pertama.
Aku lupa sih apakah dulu aku dimotivasi sama kata-kata guruku itu, atau emang aku lagi beruntung aja. Tapi, momen-momen diremehkan itu ya gak berhenti. Tetap aja ada. Kalau bisa jadi motivasi dalam bentuk yang positif, walaupun kayaknya susah sih ya, silahkan jadiin motivasi. Asal jangan keterusan untuk nurutin atau buktiin omongan-omongan mereka. Ngabisin waktu. 




Terkadang, orang-orang akan meninggalkanmu tanpa pernah mengatakan selamat tinggal.
Bisa saja pertemuan terakhir kalian terasa baik-baik saja, lalu berjanji untuk saling menunggu waktu yang lain untuk bertemu. Tapi kemudian mereka menyerah, tidak lagi berusaha untuk berada di jalan yang bersinggungan denganmu.  Mereka pergi dari hidupmu tanpa meninggalkan pesan apapun, tanpa memberitahumu bahwa mereka sudah lelah. Dan kau tak pula punya kesempatan untuk menahan mereka.

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?