Past Tense

Dulu sekali, waktu aku masih SMP, aku bercita-cita ingin menjadi seperti Papa. Kerja di perkebunan, pakai sepatu boots, dan pergi pagi buta. Keren sekali bagiku. Tapi Papa melarang. Tidak ingin anak perempuannya kerja panas-panasan, di tengah kebun yang bisa jadi tempat hidup binatang berbahaya. 
Sesekali, aku ikut Papa kerja ke lapangan ketika akhir pekan. Atau mengunjungi kantor Papa yang saat itu ada toples-toples ulat hama. Atau mencoba membolak-balik buku bacaan Papa yang setebal bantal. 
Lalu Papa pergi. Laki-laki keren yang selalu membuatku bersorak "Papa pulang!" dari dalam rumah ketika suara mobilnya kudengar memasuki garasi. Papa pulang ke tempat yang berbeda dengan biasanya. Papa pulang selamanya. Aku tidak bersorak kali ini. 

Dan hari ini, sudah 9 tahun lebih berlalu, 
di kebun anggur, thousands kilometer away. Aku memakai sepatu boots, pergi kerja pukul 4.30 pagi, kerja di bawah matahari, lalu sesekali bertemu ular dan bermacam ulat hama. 

"My dad is an agronomist.", kataku suatu hari pada supervisorku. 
"Oh really? Where does he work?"
"In a palm oil plantation."

Aku tahu, ada yang tidak benar dengan tata bahasaku. Kita seharusnya menggunakan past tense untuk orang yang sudah tidak ada, kan?
But he is still here somehow. Di dalam hatiku. 



Tubuhku

Teruntuk tubuhku, maaf untuk beberapa bulan terakhir aku tidak terlalu memperhatikanmu. 
Apa kabar luka-luka di ujung jarimu? Itu akibat aku yang terlalu malas untuk memakai sarung tangan saat bekerja, ya.
Kalau belang di wajah dan tanganmu? Itu juga akibat aku yang terlalu santai menghadapi matahari disini yang sebenarnya bisa jadi sangat bahaya, hanya karena kulitku sudah terlanjur gelap juga. 
Aku tidak seharusnya menjadikan lelah dan sedihku alasan untuk mengabaikanmu, kan. 
Sebab nyatanya, hanya kau yang sampai sekarang tetap membersamaiku tidak peduli sudah berapa kali aku menyakitimu, ingin merubah sesuatu dari dirimu, bahkan beberapa kali berharap agar kau celaka saja. 
Aku kembali menangis beberapa hari ini. Sakit seperti ini sulit sekali rasanya sembuh. Mungkin kau lelah denganku yang sulit mengerti bahwa aku seharusnya berhenti menangisi dan menyesali hal-hal lalu itu. Aku seharusnya sudah bisa kembali makan makanan favoritku tanpa perlu kehilangan selera saat tiba-tiba sendu menghampiriku. Kurasa ini penyebab massamu yang tetap berkurang meski aku sudah makan cukup teratur akhir-akhir ini. 

Aku masih perlu belajar banyak tentang hubungan kita. Pada akhirnya, hanya aku dan kau yang akan menjalani ini. Hanya kita yang tahu apa yang telah aku lewati. 
Dan hari ini, aku ingin sebentar saja memeluk dan mendekapmu, mencoba mendengarkan barangkali kau ingin menyampaikan sesuatu padaku. 
Tubuhku, aku ingin kamu tetap kuat. Hari-hari sulit ini, aku tidak tahu entah kapan akan berakhir. Tapi aku akan tetap berusaha untuk kembali membawa bahagia itu pada kita.
Aku akan tetap belajar mencintai diriku, kamu. Aku salah pernah mendahulukan cintaku pada seseorang lain. Kamu pasti tidak setuju jika aku terus menyalahkan diriku, kan?
Baiklah. Bantu aku berdamai, ya. 

How I ended up working in Australia

Kalo pertanyaan h-o-w biasanya jawabannya adalah prosedur atau cara kan ya. Tapi sebelumnya aku mau jelasin secara singkat tentang visa yang aku pakai untuk bisa kerja di Australia. Namanya Work and Holiday Visa atau disingkat WHV. WHV ini memungkinkan kita untuk kerja dan berlibur di Australia, percis lah kayak nama visanya. Ini itu kesepakatan pemerintah Indonesia sama Australia. Setiap tahun, Australia memberikan kesempatan untuk bekerja dan berlibur di Australia selama setahun kepada 1000 orang Indonesia. Yes, kuotanya 1000 per-tahun.
Kenapa visa ini menarik?
Karena kita bisa gampang kerja di Australia pake visa ini. Coba deh cek cara dan syarat pengurusan visa kerja ke negara-negara lain. Deuh ribetnya. Kita harus punya sponsor dulu di negara tujuan, sponsor ini biasanya berupa perusahaan yang udah mau nerima kita sebagai pegawainya. Dan mencari pekerjaan di luar negeri dengan ijazah Indonesia itu, gak mudah. Pake WHV, kita gak perlu cari kerjaan/perusahaan yang mau nerima kita dulu. Kita bisa nyari kerjaan pas udah nyampe di Australia. Jadi kita dikasih visa, ke Australia, baru cari kerjaan.

Persyaratannya apa aja?
Visa ini punya kuota per tahunnya, 1000 orang. Dan pendaftarannya buka setiap awal Juli, ditutup ketika kuota udah terpenuhi. Tahun ini, kuotanya ludes dalam waktu delapan JAM. HEHE.
Aku udah mantengin info tentang WHV ini dari bulan Juni. Mulai gabung ke grup Facebook, terus tiap ada yang buat grup di Whatsapp atau Line, aku selalu gabung. Sampe akhirnya bulan Juli dateng dan pendaftarannya ternyata diundur karena Asian Games. Orang imigrasi sibuk ngurusin itu.
Taaapi, meski aku udah ngumpulin niat untuk mulai mempersiapkan dokumen (yang gak simpel), aku belum tergerak untuk daftar IELTS. Entah kenapa, males banget rasanya kemarin. Males belajarnya, dan kalo gak belajar, sayang tesnya mahal, kalo hasilnya jelek, haduuuu :(
Padahal dari awal pendaftaran itu seharusnya buka Juli, tapi aku baru tes IELTS awal Agustus. Itupun baru belajar pas udah terlanjur daftar dan bayar, ya mau gak mau lah belajar.
Setelah tes, hasilnya keluar dua minggu. Aku tes 11 Agustus. Hasilnya keluar tanggal 24 Agustus. Aku deg-degan tiap hari mantengin updatean Instagram imigrasi, "Jangan buka dulu pendaftarannya, jangan…"
Selagi nunggu IELTS, aku ngelengkapin berkas lain, kayak SKCK dari Polda, ngambil Ijazah ke Padang (akhirnya aku ada motivasi untuk ke Padang setelah malas-malasan di Medan 3 minggu), dan persyaratan dokumen lainnya.
Selesai ngurus dokumen dan dapet sertifikat IELTS hari Senin, Senin sore aku baca updatean kalo WHV bakalan buka besoknya (Selasa), weeeeeew. Aku ditungguin atau cemana ini? Wkwkwk.
Aku siapin semua berkas dalam format dan ukuran sesuai persyaratan, mantengin laptop dari hari Selasa jam 6 pagi, pendaftarannya buka jam 8 pagi. Aku yakin ini traffic di webnya bakalan heboh. Bener aja, jam 8 teng aku refresh webnya, langsung down. Aku gak berhasil masuk. Long story short, aku berhasil tembus ke webnya jam 12 siang. 4 jam aku grasak-grusuk nengokin angka kuota yang makin nurun tapi form pendaftarannya masih gak bisa ku akses. Pas bisa, ternyata ngisi formnya cuma dikasih waktu 10 menit. Hadeeeeeeeeh. Kemaren itu udah pasrah aja, kalo emang gak dapet kuota tahun ini, yaudahlah. Walaupun pasti bakalan kesel karena untuk ngurus ini itu gak sedikit waktu dan biaya yang kukorbankan.
Akhirnya setelah gagal isi form sekali karena kehabisan waktu, aku berhasil dapat satu kuota jam 1 siang. Fuuuuuhhhhh legha.

Aku pilih waktu wawancara paling awal, 12 September.
Sebelum wawancara pun, ada lagi dramanya, yang mungkin gak akan aku ceritain disini.

Agustus daftar, September wawancara, Oktober visaku terbit, November aku berangkat ke Australia. Gak nyangka bakalan sekilat ini. Padahal beberapa bulan sebelumnya aku masih ragu-ragu. Pun setelah nyampe di Aussie, aku masih sering gumam, ini bener gak sih aku udah disini?

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?