Kelas hari ini baru
mulai, tapi dosen kami sudah keluar lagi dari kelas. Meninggalkan mahasiswanya
kembali tenggelam dengan bahagia masing-masing (baca: main hape, baca majalah,
transfer informasi a.k.a nggosip, dan tidur).
Aku sedang tidak
mood ngapa-ngapain, bahkan tidur sekalipun. Padahal aku cuma tidur 2 jam tadi
malam.
Kukeluarkan
gadget, sambung wifi, scroll instagram.
Bosan. Ketika ada yang menyebut namaku dari tempat dimana tasku berada.
"Win, hp
bunyi."
Aku bergegas
mengecek HP ku yang satu lagi di tas.
10 panggilan tidak
terjawab: Mamak.
Biasanya mamak
nelpon sampe sebanyak ini kalau aku gak bisa dihubungin sampe maghrib. Tapi ini
baru siang. Dan tadi pagi aku udah nelpon.
Ternyata, Mamak bawa
kabar baik.
Mamak bilang
"Kak, kakak
daftar apa itu? Katanya kakak mau di interview ke Jakarta. Coba kakak buka
e-mail kakak."
"HAH?? MASAK MAAAK?" SERIUS MAK?"
"HAH?? MASAK MAAAK?" SERIUS MAK?"
"Iya, bukalah
e-mail kakak. Mama kurang jelas juga tadi, suara mbak-mbaknya kecil kali."
Aku langsung buka
laptop dan cek email.
DAAN YAK! AKU GAK
MEMPERHATIKAN EMAIL KEMARIN. PADAHAL TADI PAGI AKU BUKA EMAIL.
Sebaris email dengan
tanda seru (mengindikasikan e-mail penting) dan ada tulisan IMPORTANT di
subjeknya. E-mail yang berisi undangan interview beasiswa Global UGRAD ke
Jakarta.
Aku melongo selama
beberapa detik sangking bahagia, bingung, dan gak tau mau ngapain-nya.
Hal pertama yang aku
lakukan setelah sadar dari melongo adalah...nengok ke langit dan bergumam, Ya
Allah, inikah jalannya?
Aku langsung
menghubungi Mamaku, dan memberitahu apa yang terjadi.
Aku memang gak
memberitahu Mama ketika mendaftar beasiswa ini. Tapi karena sekarang Mama udah
tahu, aku harus menjelaskannya dengan baik supaya diberi izin.
Alhamdulillah,
Nikmat Allah yang mana lagi yang engkau dustai? Mama mengizinkan.
Ya, walau mungkin
ada ragu terbersit di hati Mama. Tapi aku bilang,
bahwa ini baru tahap awal (yang memang merupakan tahap paling menentukan). Bisa
saja aku gak lulus tahap ini. Aku mengatakan hal tersebut agar Mama tidak
berpikir terlalu jauh dulu, walau memang, Amerika itu jauh. Semua akomodasi ke
Jakarta ditanggung pihak AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation),
tiket pesawat pulang pergi dan uang untuk nginap 1 malam. Penginapan gak
ditentukan sih, kita yang nyari sendiri. Aku belum pernah ke
Jakarta sebelumnya. So, aku ngerasa agak nervous dan takut. Takut kesasar.
Aku akan berangkat
satu minggu setelah e-mail pemberitahuan ini. Selasa depan. Interview nya hari
Rabu pagi. Bingung harus gimana, aku menghubingi Vini, temanku yang udah jadi
penerima beasiswa ini, dia sekarang lagi di Amerika menjalani program. Banyak hal yang aku
gak tau harus gimana, gimana ke tempat interview, gimana cari tempat nginap,
bahkan aku juga mikirin gimana cara keluar dari bandara Soetta. I've never been
anywhere except Padang and Medan, btw. Dan aku takut panik.
Takut kena culik. Takut semuanya. Takut tersesat.
Aku lebih takut sama hal-hal seperti itu ketimbang interviewnya sendiri. Tapi alhamdulillah,
yang diundang interview dari Padang gak cuma aku sendiri. Ada satu lagi
mahasiswa akuntansi. Fiuh.
Aku mengabari Ibu
Lusi, Miss Ola, dan Alicia. Tiga dosen yang membantu aku dalam mempersiapkan
dokumen-dokumen kemarin. Alicia adalah salah satu dosen dari US. English
Language Fellow. Aku menceritakan
juga tentang kecemasanku akan Jakarta. Alicia membantu
dengan mengenalkan aku kepada salah seorang temannya di Jakarta. Just in case
aku perlu bantuan. Akhirnya, aku
mengandalkan internet untuk berkenalan dengan Jakarta, sebelum menapakinya. Cie
elaaah.
Untuk tempat
tinggal, aku menghubungi salah satu teman satu jurusan ku yang lagi magang di
Jakarta. Larisa. Dia bersedia memberikan tumpangan. But, rumahnya jauh dari
lokasi interview. Aku coba cari-cari akses transportasinya gimana, sepertinya
bisa. Ya aku memang harus
berangkat 1-2 jam sebelum interview kalau mau aman memang. Tapi gak apalah.
Selain itu, aku juga
mulai membuat skrip wawancara ala-ala google and another sources. Aku cari pertanyaan,
lalu kucoba jawab. Sebanyak mungkin kucari pertanyaan. Aku juga mulai serius
mengetahui perkembangan ilmu teknik industri, dan apa beda kurikulum di US sama
di kampusku.
Aku masih gak
percaya diri dengan ini. Aku berpikir
bahwa, I'm not competitive enough.
Gimana kalau aku
nanti gak bisa jawab pertanyaan mereka?
Gimana kalau mereka
nyesal udah ngundang aku?
Gimana kalau...
Gimana kalau...
Dan -gimana kalau-
lainnya.
I overthink almost
everything.
10 Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar