16 Februari 2016
PACKING SELESAI.
Pesawatku berangkat
hari ini jam 13.00. Aku berencana untuk meliburkan diri dari kampus. Maksudku,
aku tidak ingin ke kampus seharian. Aku ingin leyeh-leyeh di kosan sambil
persiapin mental pertama kali nginjak JAWA! Hahaha!
Tentu saja itu gak
mungkin. Meskipun aku cuma ada kelas jam 4 hari ini, I still need to be in
campus at 7.30. Err! Ngapain? Apa lagi kalau bukan praktikum.
Setelah dibicarakan dengan asisten, akhirnya aku diizinkan untuk selesai pukul 9.30. Awalnya aku mau naik tranex atau damri aja, tapi ternyata ada temanku yang mau ngantar. Naik motor! Lol. Naik motor dari kampus sampe bandara. Tangguh kan. De namanya. Dia gak lebih tinggi dari aku, tapi lebih lincah bawa motor daripada aku. Hehe (maap, De ^^v).
Setelah dibicarakan dengan asisten, akhirnya aku diizinkan untuk selesai pukul 9.30. Awalnya aku mau naik tranex atau damri aja, tapi ternyata ada temanku yang mau ngantar. Naik motor! Lol. Naik motor dari kampus sampe bandara. Tangguh kan. De namanya. Dia gak lebih tinggi dari aku, tapi lebih lincah bawa motor daripada aku. Hehe (maap, De ^^v).
Dan, aku sampai di
bandara pukul 12 lewat. Karena sudah masuk waktu dzuhur, aku sholat terlebih
dahulu sebelum check in. Temanku, Jo, yang juga interview ke Jakarta belum
menunjukkan tanda-tanda kehadirannya di bandara.
Setelah sampai di
ruang tunggu, aku menghubungi Larisa, memberi kabar bahwa aku akan berangkat.
Dia akan mengarahkanku ketika sampai di Jakarta nanti. Naik ini kesini, dari
sini naik ini, sampai sini, seperti itulah. Menurut estimasi dia, aku bakalan
sampai di rumah dia malam. Mulai lah aku takut lagi.
Jo datang. Aku tanya
dia nginap dimana, katanya di penginapan dekat lokasi interview. Aku tanya
berapa harganya, diluar perkiraan, ternyata gak begitu mahal. Masih dibawah
uang yang dikasih AMINEF untuk penginapan. Wah, boljug. Boleh juga. Dari
penginapan itu, katanya kami bisa jalan sekitar 10-15 menit ke tempat interview.
Aku minta tolong dia untuk reservasi online, tapi, penginapannya udah penuh.
Hiks.
Speaker di ruang
tunggu mengumumkan bahwa pesawat kami akan berangkat, ya, aku berfikir bahwa
aku dan Jo akan di satu pesawat. Karena jam penerbangan kami sama.
"Yok, Jo. Nanti
ajalah pas udah nyampe bandara baru kita cari penginapan dekat-dekat situ."
"Ha? Ini
pengumuman pesawat Lion, aku naik Sriwijaya."
"HAH? MASA?"
"HAH? MASA?"
"Iya,
nih." dia menyodorkan tiketnya.
Benar. Kami gak satu
pesawat. Walau jam berangkatnya sama. Akhirnya aku boarding duluan. Aku minta
tolong dia untuk nyariin penginapan sambil nunggu boarding. Kami janji
jumpa di bandara Soetta.
Pesawat ku
berangkat, berlari di landasan pacu yang bersebalahan dengan bibir pantai
Pariaman. Biasanya, aku cuma naik pesawat ke bagian atas pulau Sumatera- Medan.
Kali ini, pesawatku akan melintas ke ujung satu lagi pulau Sumatera. Bagian
Selatan, lalu menyebrang ke pulau Jawa.
Aku sangat excited!
Aku berencana untuk membaca-baca skrip interview ketika di pesawat. Tapi,
turbulence di atas lumayan mengganggu dan buat aku gak tenang. Jadilah aku
menghabiskan waktu dengan baca Alqur'an. Cuma itu yang bisa mengalihkan
pikiranku saat ini.
Menjelang Jakarta,
cuaca membaik. Aku bisa melihat kepulauan seribu saat pesawat mulai terbang
rendah tanda akan mendarat. WAH, JAWA! Pendaratan di Soetta
alhamdulillah mulus. Aku melihat beberapa pesawat yang sedang dan akan lepas
landas di runway sekitar. Karena aku hanya
pernah mendarat di dua bandara - Padang dan Medan, aku merasa bahwa Kuala Namu
itu udah besar. But, SOETTA jauh lebih besar!
Aku bahkan bisa
lihat pesawat Lion Air yang bertingkat! Etihad Airways, dan pesawat-pesawat
segede gaban lainnya.
Sesampainya di
terminal, aku terkagum dengan desain gedung nya, masih berunsur gedung
"lama", jauh sekali dengan Kuala Namu. Aku mengekor penumpang yang
sudah kutandai dari atas pesawat tadi. Malas baca rambu-rambu. Sesampainya di
pintu keluar, aku langsung mencari temanku. Ah ya, btw, dia nyampe Jakarta
duluan, padahal tadi aku yang boarding duluan. Biasalah, pesawatku delay
sebelum lepas landas.
Jo bilang, ada
penginapan yang dekat dengan lokasi interviewnya juga, dan masih ada kamar
kosong. Aku menghubungi temanku, Larisa terlebih dahulu. Menjelaskan tentang
keadaannya dan alasanku untuk tidak jadi nginap di tempatnya. Setelah itu, aku
memesan kamar via website.
Kami menuju daerah
Sudirman (lokasi interview) dengan bus damri. Biaya nya 40.000. Busnya asyik!
Aku sebenarnya capek dan ngantuk dan pusing, tapi gak mau ngelewatin
pemandangan Ibukota. Apalagi, hari sudah mulai senja. Bias-bias oranye matahari
menyentuh kota ini dengan sempurna. Ah, sayang sekali hp ku mati.
Sekitar 40 menit
perjalanan, kami sampai di perhentian. Kami melanjutkan perjalanan dengan
berjalan kaki dan dituntun google map. Sebelum ke penginapan, kami melihat dulu
gedung lokasi interview. Berhubung hari sudah gelap, kami menuju penginapan
masing-masing. Aku jalan sendiri mulai dari sini, setelah numpang nge-cas
sebentar, aku membiarkan diriku dituntun google map.
Penginapan aku dan
Jo hanya berjarak 100 meter kira-kira. Aku kelaparan. Setelah sholat dan mandi,
aku keluar. Menikmati udara malam Jakarta sambil nyari makanan. Jakarta
benar-benar menakjubkan. Apalagi, daerah penginapanku bisa dibilang pusat kota.
Di seberang penginapanku adalah gedung Commonwealth. Gedung-gedung pencakar
langit itu sangat indah di malam hari. Aku membeli nasi bungkus dan beberapa
cemilan di Indomaret. Ah! Akhirnya! Indomareeeet!
Karena lelah, aku
cuma sempat makan nasi bungkus, lalu tepar. Aku terbangun pukul 4 pagi. Aku
menghidupkan tv, dan mendapati saluran luar negeri. Wah, pas ini, pikirku.
Latihan membiasakan kuping dengar bahasa inggris.
Pukul 6, aku
bersiap-siap. Jadwal interviewku pukul 10.30 sih. Tapi, aku pengen nyari makan
dulu.
Saat aku keluar dari
penginapan, aku mendapati tanah dan jalanan basah, langit mendung. Jakarta
habis diguyur hujan. Aku bersyukur sekali, bisa mendapatkan hal-hal yang sangat
kusukai di Jakarta ini: senja, hujan, night walking, indomaret.
Setelah sarapan, aku
menuju lokasi interview. Aku berjalan, melewati jembatan penyebrangan, aku
berjalan bersama orang-orang sibuk Jakarta.
Disini, jembatan
penyebrangan benar-benar berfungsi.
Disini, tidak akan
aneh untuk berjalan.
Disini, aku bisa
menemukan orang-orang dengan berbagai pakaian; jas, kemeja, kaos oblong,
seragam sekolah. Berjalan terburu-terburu. Beberapa dari mereka memegang
segelas kopi instan di tangan. Ah, aku benar-benar jatuh cinta dengan situasi
ini! Aku tidak berjalan terburu-buru. Aku menepi dan menikmati langkah demi
langkah kakiku. Aku bahkan berhenti
di tengah jembatan penyebrangan. Untuk melihat gedung-gedung tinggi itu. Lalu
aku menyadari bahwa jembatan penyebrangan itu bergoyang. Aku buru-buru
melangkah lagi.
Sesampainya di
lokasi interview, aku menuju ruang tunggu. Menunggu Jo. Lokasi interview kami
adalah kantor AMINEF. Intiland Tower lt.17. Means aku harus naik lift -_-"
Huft. Sebelum masuk, ada pemeriksaan barang yang seperti di bandara-bandara
itu. Kami juga harus meninggalkan ktp kami untuk bisa diberi akses masuk. Lift
yang kami gunakan cukup luas. Mungkin lift terluas yang pernah aku naiki.
Di kantor AMINEF,
beberapa orang telah menunggu. Kami langsung berkenalan satu sama lain. Di
momen ini, aku seketika ngerasa jadi butiran debu. Every single person yang aku
ajak kenalan adalah orang-orang luar biasa, duta ini, duta itu, aktivis ini,
aktivis itu, penggerak ini, penggerak itu. Bahkan ketika kami tukaran
instagram, most of them adalah artis instagram, dengan likers foto ratusan, dan
followers ribuan.
Aku yang cuma bisa
minta tolong like sama teman-teman ini apalah.
Hanya beberapa menit
kesempatan kami untuk ngobrol, ketegangan mulai menyusup ketika salah satu staf
AMINEF, Mas Dion, memanggil kandidat pertama yang akan di interview.
Jeng jeng jenggggg.
Everyone got
nervous. Kami pun gak banyak bicara lagi, sibuk fokus menenangkan diri
sebelum tiba giliran. Temanku, Jo, dapat
giliran wawancara duluan, aku 2 antrian setelahnya. Pas tiba giliranku,
aku coba buat santai aja, padahal jantung gak santai kali ini degupnya. Aku udah
memepersiapkan skrip wawancara yang udah di review Alicia (teman sekaligus
dosenku yang asli Amerika), pokoknya aku hapal mati jawaban itu, aku yakin
sekali pertanyaan pertama mereka adalah: Tell us about yourself. Right before
aku masuk ruang interview, Mas Dion malah ngasi briefing singkat yang bilang:
nanti pas diawal kamu kenalin diri kamu secara singkat aja, nama, asal, sama
kegiatan kamu. Singkat aja.
Aku panik seketika.
Jadi yang pertama ngomong di wawancara ini aku? Waduh, di script yang aku hapal
mati, itu skenarionya mereka harus nanya dulu.
GIMANA INIIIH.
Akhirnya aku masuk
ruang interview dengan pikiran dan perasaan gak karuan. Aku duduk di kursi
yang bisa dibuat muter-muter gitu, aduh, aku paling gak bisa nempel di kursi
kayak gini. Benar saja, tanpa
aku sadari, aku muter-muter sendiri di bangku itu, gak muter 360 derajat sih,
paling Cuma 45, tapi aku yakin, itu pemandangan yang menurutku inappropriate,
gak cocok. Aku kelihatan
menyepelekan mungkin. Pas sadar, aku
langsung duduk tegak dan fokus, memperkenalkan diri dan wawancara pun mengalir
begitu saja. Ada 4 interviewer, 2 cewek 2 cowok, yang cowok dua-duanya bule,
dan ganteng.
Wawancara nya
cepeeet banget, dan gak semenegangkan yang aku bayangkan. Mereka ramah-ramah. Tapi walaupun kayak
gitu, aku tetap masih down, dan nervous gak jelas. Sangking nervousnya, pas
udah selesai interview dan dipersilahkan keluar ruangan, aku pake nyalam Mas
Dion segala. Awkward bingiiiits. Setelah semua
selesai diwaancarai, kami langsung ke bandara bareng-bareng. Kami menghabiskan
waktu di bandara hampir 3 jam-an, mengobrol tentang kegiatan kami, kampus kami.
I had a very good talking to them.
Senang sekali
rasanya bisa mendengar cerita dari mahasiswa berbagai kota. Terlebih lagi,
beasiswa ini yang menyatukan kami, mimpi-mimpi kami untuk bisa menapaki kaki di
Amerika yang membuat kami merasa begitu akrab meski baru beberapa jam lalu
bertemu. Sekitar pukul 5,
satu per satu dari kami mulai menuju ruang tunggu. Segala hal baik dan harapan
untuk bisa bertemu kembali kami tuturkan satu sama lain. Walau mungkin tidak
semua dari kami yang akan menjadi penerima beasiswa ini, tapi setidaknya,
mengenal satu sama lain sudah merupakan hal yang patut kami syukuri.
Senang bisa bertemu
dengan kalian semua, orang-orang hebat.
Semoga takdir lain
akan mempertemukan kita kembali.
Dan jika itu
terjadi, pastikan kita akan punya cerita yang lebih banyak dan lebih cetar
untuk dibagi, ya!
Jakarta, 17-18
Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar