Kerja Praktek Hari ke-6

Pagi ini kami diskusi bentar, bantuin Keke cari topik juga. Oh iya, sebenarnya di bagian dokumen kami lagi banyak banget kerjaan. Kejar tayang input basys. Tapi kami lagi penat dan lelah. What a good escape. Hoeh.
 photo m202.gif photo m202.gif photo m202.gif
Sekitar jam 10 an kami mencari Pak Dedi di kantornya, tapi ternyata Pak Dedi lagi cuti.
Kami keluar ruangan. Kebetulan, di luar ruangan Pak Dedi ada sebuah tangga, enggak tau kenapa (mungkin capek), Keke duduk di tangga itu, dan dia kena tegur sama bapak-bapak.
Bapak itu nanya:
"Kalian mahasiswa PKL? Ngapain disini?"
"Ini, Pak, kami mau cari Pak Dedi Nala, ada yang mau kami diskusikan."
"Diskusi tentang apa? Sini sama saya aja."
Yes akhirnya, dapat narasumber. Susah kali rasanya cari orang di perusahaan yang bisa diajak ngobrol di tanggal-tanggal kayak gini. Semua pada sibuk dan ngebut dengan urusannya masing-masing.
Kami diskusi di sebuah ruangan yang gak gitu gede, gak gitu kecil, tapi ber AC, dan ada papan tulisnya, dengan spidol yang ternyata permanen.
Bapaknya nanya:
"Jadi, apa cerita?"
Kami pun bercerita tentang apa yang kami rasakan selama beberapa hari ini (holoh lebay).
Enggak tapi ini emang serius, gak cuma kami yang dibagian dokumen aja yang ngerasa bahwa yang kami lakukan itu (input-input data) gak ada hubungannya dengan topik yang mau kami teliti. Bahkan kami ngerasa bahwa hal yang kami lakukan cuma akan ganggu fokus kami dalam buat laporan.
Yang di warehouse lebih parah, mereka juga ikut kerja fisik, kayak; ngangkat kardus, balut kardus pake lakban, mungutin tutup drum, bersihin tutup drum. Pokoknya kalo jam makan siang, kami jumpa mereka, pasti udah lusuh plus lecek.

Pak Ikhsan mendengarkan semua keluhan kami tanpa menyela. Dan akhirnya, dia bilang;
"coba kalian jelaskan sama saya, apa aja yang udah kalian mengerti selama beberapa hari kalian disini?"
Diam
"dari bagian warehouse dulu, apa itu warehouse?"
"tempat menyimpan barang, Pak."
"Cuma untuk nyimpan barang? Itu di warehouse A, ada packaging."
Diam
"Yang di bagian dokumen, apa fungsi dan peran dokumen dalam SCM?"
Diam
"Di ruangan kantor itu, rame kan? Siapa-siapa aja disitu dan ngapain aja mereka? Gimana aliran prosesnya? Apa job desk masing-masing orang? Udah tau?"
D i a m panjang.
"Kalian anak teknik industri kan? Itu semua data, kalian bisa olah itu, kalo kalian mengerti gimana caranya. Kalian udah belajar Metodologi Penelitian?"
"Belum, Pak. Semester depan."
"Loh, seharusnya kalian mengerti dulu Metodologi Penelitian. Gimana kalian mau mengolah data kalau metodologi belum belajar."
"Tapi kami di praktikum udah sering buat laporan kayak begini, Pak."
"Oke. Jenis data-kuantitatif dan kualitatif, kalian mau ambil data apa?"
"Kuantitatif, Pak."
"Data kuantitatif itu banyak jenis nya, pilih salah satu. Misal, statistik. Di warehouse, ada berapa barang masuk, berapa barang keluar, ada perbedaan atau enggak, kenapa..."

Dan seperti itulah kira-kira percakapan kami dengan Pak Isan selama kurang lebih 1 jam. Dengan pembantaian psikologis hahaha. Yah emang kaminya yang lembek sih.
Tapi kami juga gak sepenuhnya salah. 2,5 tahun kami kuliah, itulah cara penempahan yang terjadi. Itulah sistem yang membentuk mental-mental kami.
Kami tidak banyak membaca? Kami kurang belajar sendiri?
Boleh kurasa aku menyalahkan sistem praktikum yang membabi buta. Yang buat kami sibuk setengah hidup. Yang menghabiskan banyak waktu kami. Yang membuat kami merasa bahwa 24 jam dalam 1 hari itu kurang. Betapa tidak bersyukurnya kami, kan?
Tapi, sayangnya, praktikum yang menghabiskan banyak waktu kami itu ternyata tidak memberikan hal yang sebanding. Mental-mental seperti inilah yang dihasilkannya. Kurang kritis, kurang peka, maunya "disuapin" aja. Ya itu menurutku sih ya. Sedih aja rasanya ngehabisin waktu buat laporan ber-ratus-ratus lembar, tapi ketika kami di terjunkan ke lapangan, apa yang bisa kami lakukan dengan semua itu? Kalian bisa bayangin lah gimana sedihnya. Kalau pernah nonton 3idiots, nah, itu bisa jadi bayangan gimana adanya gap antara teori dan praktik dalam sistem perkuliahan sekarang ini. Tentu kita harus mengerti teori, itu harus. Tapi buatlah diri kita fleksibel dengan teori itu, bukan terpaku tok cuma sama teori. Aku tentu tidak menyalahkan praktikum ataupun laboratorium yang mengasuh. Ini salah sistem. Aku yakin sistem-sistem di tempat perkuliahan lain juga 11-12 lah.
Yah, begitulah adanya sistem. Aku yakin semua yang terlibat dalam sistem gak baik ini, dalam hati kecilnya, meskipun secuil, ada rasa tidak setuju. Tapi apa daya, sudah mengakar. Kalau gak bisa mengubah, ya ikuti sajalah. Katanya.

Aku akan coba baca buku-buku sejarah dan referensi yang lebih banyak lagi, agar bisa menulis tentang bagaimana sistem pendidikan yang baik itu di kemudian hari.
See ya!
Sampai sini dulu cerita hari ini yang sesuatuh.
Hahaha.
Dan terima kasih pak Isan sudah menyadarkan kami.

30 Desember 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?