New York, New York...

One of my friends asked me, how did I love New York. Yes, I had been to the one of most wonderful cities in the world: New York.
I managed myself to spend 5 days and 4 nights in the city that never sleeps (people said).
I strolled around every corner of the streets and got nothing but excitement. The feeling that I had never felt before. I felt mesmerized.
I couldn't help myself not to always look up while walking down the streets to the midtown.
Every building has its own beauty.
Every place has its own story to tell. 

New York itu, ramai sekali.
Aku yang pertama kali di Amerika menginjakkan kaki di Tennessee, yang notabene adalah daerah pedesaan, merasa kaget ketika datang ke New York.
Ini seriusan masih di Amerika? Pikirku.
Jalanan ramai oleh turis, pedagang, serta New Yorkers yang baru pulang kerja dan jalan cepat-cepat. Tepat seperti yang di film-film itu.
Ketika ditanya apa yang paling kusuka dari New York, aku butuh waktu lama untuk menjawabnya. Pikiranku lompat-lompat diantara tempat-tempat dan atraksi-atraksi yang pernah aku kukunjungi di New York.
Lalu aku bingung.
Apa yang paling kusuka?
Aku melongo melihat betapa besarnya patung Lady Liberty, tercengang melihat gedung-gedung tinggi Manhattan dari kapal ferry yang membawa kami ke pulau tempatnya patung Liberty, aku menahan napas ketika mendongak ke Empire States Building (gedung tertinggi di New York), lalu aku merasa di planet lain ketika berdiri di tengah-tengah pusat kota New York yang penuh dengan layar itu... yes, Times Square.
Setiap sudut kota New York adalah hal-hal terbaik yang pernah kulihat. Merupakan tugas yang sulit kalau aku diharuskan mengurut satu sampai sekian untuk hal-hal yang kusuka di New York.
Semua punya porsi dan kesan masing-masing di hati dan pikiranku.
Bukan hanya kemegahan gedung-gedung yang membuat ku terkesima.
Seorang polisi yang membentang sajadahnya di pinggir jalan dan menyempatkan sholat disela-sela waktu kerjanya berhasil membuatku berhenti sejenak, menepi, memuhasabahi diriku, di tengah hiruk pikuk kota ini, di tengah kebahagian akan rejeki dari Allah yang membuat aku bisa menginjakkan kaki di Amerika, aku pun menahan air mata kemudian berlalu, melanjutkan perjalanan ku.
Seorang wanita dengan hijab yang bekerja di salah satu toko kue paling terkenal di New York.
Petugas subway yang rela naik turun tangga 3 lantai hanya untuk memastikan bahwa kami bisa naik subway yang benar.
Orang-orang asing mengucap "Assalamualaikum."
Perjalanan ku sendiri mengitari New York dari Uptown hingga Dowtnown. 
Anjing-anjing lucu yang entah kenapa banyak melihat ke arahku.
Pedagang-pedagang dari yang ramah sampai yang tidak bisa bahasa inggris di Chinatown.
Orang-orang dengan kaos bertuliskan "Free Hugs" di Times Square.
Aroma kopi setiap pagi.
Halal food trucks.
Musisi-musisi jalanan yang gak kalah keren sama One Direction.
Toko-toko barang ber-merk; Victoria Secret, GAP, H&M..
Toko pizza di tengah kota yang tidak kami sangka memiliki pizza yang luar biasa enak dan murah. 
Perpustakaan. 
Subway. Subway yang kencang dan berada di bawah tanah. Di bawah gedung-gedung pencakar langit itu. 
Berbagai macam orang dengan pekerjaannya masing-masing, jalan terburu-buru. 
Turis yang sibuk foto-foto.
Youtuber yang sibuk buat vlog. 
FOTOGRAFER YANG JUDES.
Gemerlap lampu yang menyilaukan tapi tidak membuat kami enggan memandangnya. 
Berlapis kehidupan dengan warna berbeda. 

Begitulah New York membekas di hatiku. 
Aku akan kembali, aku akan kesana lagi. 
Secepatnya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?