Kipas Angin Fia

Hari ini hari Senin, mungkin sebagian anak sekolah pada gak suka sama hari Senin. Karena upacara nya mungkin ckck. Aku malah suka hari Senin, gak tau kenapa..
Pagi ini, setelah upacara, badan ku agak gerahan. Padahal cuaca nya agak mendung, tapi aku keringatan.. Tiba-tiba, Fia teman sebangku ku menyodorkan sesuatu, kipas angin mini. Tau aja dia aku lagi kepanasan..
“Tumben nih Nisa kepanasan, biasanya gak pernah..”, tanya Fia.
“Iya, mungkin karna lari-lari dari lapangan ke kelas tadi. Eh lucu nih kipasnya.. Haha”, kataku sambil mendekatkan jariku ke kipasnya. Tapi gak sampe kena.
“Gak sakit kok,Nis.. Itu plastiknya lembut, gak keras.”
“Hmm, iya ya?”, Tanya ku ragu.
Fia menekan tomboll off kipasnya..
“Tuh kan, pegang deh, gak akan sakit kalo pas muter kita pegang..”, jelas Fia meyakinkan.
“Iya sih…”
Aku menghidupkan kipasnya, lalu mendekatkan nya ke jilbabku. Hhhhhh, adeeemmm.
Tiba-tiba si Rizky merebut kipasnya dari tanganku.
“Minjem, aku juga kepanasan.”, katanya membalas berenganku.
“Ya pelan-pelan dong, kalo jatoh ntar cemana, itu punya si Fia loh..”
“Iya, aku tau.”, jawabnya santai.
Uh!!
Buk Rusni, wali kelas kami masuk.
Ya biasa, meriksa apakah anak-anak murid nya masih waras. Masih doooong ….
Ibu itu ngasih pengumuman, tapi aku gak terlalu dengar.. Sepertinya sih tentang expo..
Habis ngasih pengumuman, baru deh Ibu itu nge cek keadaan kelas, gorden, taplak meja, akuarium (yang ikan nya udah pada kabur), de el el..
“Fia, jangan menggosip aja disitu,” tegur buk Rusni.
Aku menyikut Fia.
“Lalak, Nayla, kalian juga, cuci semua gorden, Nayla sama Fia bagi dua buat nyuci gorden, yang masang si Lalak.”
“Yah, Ibuuuuuk, kok kami Buk?”, protes Nayla.
“Iya kalian tadi asik menggosip aja. Yang tanggung jawab kawat gorden nya Raymon.”
Fia, Lalak, dan Nayla merepet karna dapat tugas nyuci gorden. Mana gorden nya udah kotor kali, hehehe. Sabar ya weee. ;)
Sehari itu kami hampir gak ada belajar, guru Matematika gak masuk, guru Bahasa Indonesia juga, mungkin lagi sibuk ngurus persiapan kakak-kakak kelas 12 yang mau ujian. Hehehe. Jadi pas lagi nggak ada guru, anak-anak cowok nya main kuda panjang. Permainan seru tapi agak menyiksa, bisa bikin tulang punggung patah kalo gak tahan.. Hiiiiy. Kami yang cewek nya cuma ngeliatin sambil nyorakin aja, hahaha. Gak mungkin juga kan kami main, pake rok -_-
Pas pelajaran Bahasa Jerman, kami sih berharap Frau itu gak datang, tapi eh tapi, Frau itu masuk dan ngajar. Hoaeeeeem, yang cowok nya pada kecapekan gara-gara main kuda panjang tadi. Pada keringetan semua. Kipas si Fia pun kayak nya udah mulai lesu, hahaha. Mau habis batre kali.
Padahal di kelas udah ada 2 kipas gede. Aku yang duduk pas di bawah kipas aja sampe kedinginan. Tapi gak mungkin kan aku matiin kipasnya, maulah ngamok orang itu..
“Sini kipasnya”, kata Fia.
Dia udah mulai was-was liat kipasnya udah macam gak bertenaga lagi. Huekekekek.
“Yah, bentar lah, kami masih panas inii…..”
“Enggak, enggak! Siniiiiiii kipasnya!”
“Hhhhhh.”
Aku hanya bisa senyum-senyum liat si Fia meratapi kipas angin nya yang udah hampir hampir itu :D Hahaha.
“Rusak, Fi?”, tanyaku
“Enggak sih, Nis, lebih tepatnya belum, dan aku gak mau kipas ini sampe rusak di hari pertama aku makenya. Hah.”
Ckckckck.
“Liat dong.” Aku mengambil kipasnya dari tangan Fia.
Aku memutar-mutar baling-baling kipasnya. Aku tekan tombol on nya. Kipasnya hidup lagi dan kembali segar kayak tadi pagi lagi (jiaaaah).
Iseng aku deketin deh tu baling-baling ke kuping nya fia.
“Nguuung.”
“Ih Nisa, MKS deeeh..”, bibir Fia manyun 10 inci.
“Haduh Fi, berapa menit lagi nih bel pulang, aku lapeeeeeeeeer”, gerutuku.
“Ntar lagi kok, setengah jam lagi..”
“Gubwrak deh, setengah jam itu lama loh Fyoooool…”
Iseng aku putar lagi kipasnya, kali ini sasaranku si Fya. Aku deketin kipas angin ke jilbabnya. Nguuung.
"Nisa, ih, jangan kumat deh… Aku lagi serius ni."
"Eleh, eleh.. Serius apa seriuus?"
Aku ganggu lagi Fia, aku deketin  kipas mini nya ke kuping.
Nguuuung..
"Nisaaaaa!!!!" Fia ngamuk.
Aku nyengir kuda.
"Maaf, habis aku bosen tingkat dewa nih."
"Ya jangan aku dong yang jadi sasaran…"
"Oh oke, aku cari korban lain aja."
Mataku tertuju pada kawan di depan ku. Diora. Mueheheheheh.
Aku iseng mendekatkan kipas mini nya ke dekat Diora. Sasaranku adalah seragam nya. Hehehe. Pasti dia terkejut. Dan betul saja, dia terkejut. Dan bukan hanya itu, malah keadaan diperparah dengan gerakan dia yang tidak ku bayangkan sebelumnya. Tiba-tiba…. Rambut panjangnya tergerai, entah kipas yang menyambar rambutnya atau rambutnya yang menyambar kipas.. Aku langsung terdiam.
Kipas Fya kini sudah tidak menyentuh tanganku lagi, ia berpindah tempat ke……rambut Diora! Oh My God….. Aku langsung parno, kalo Diora marah, bagaimana.. Dan benar saja.. Sedetik kemudian..
"Nisaaaaaaaaaa!!!!"
"Eheheheh." Aku hanya bisa nyengir kuda.
Diora bangkit dari duduknya, dan pemandangan lucu pun mulai terlihat, kipas mungil Fia menggantung di ujung rambut Diora. Fia tidak bisa menahan tawanya. Aku berusaha sekuat tenaga ku untuk menahannya. Mana mungkin aku bisa menertawakannya sedangkan itu adalah keteledoranku. Hah, bisa-bisa makin dimaki aku.
Pemandangan aneh itu mulai menyebar ke saentro kelas. Terutama ke anak cowoknya. Mereka mulai mengeluarkan lelucon yang buat Fia makin terpingkal dan aku tersiksa menahan tawa. Diora berusaha keras memisahkan kipas angin itu dengan rambutnya. Aku berusaha membantu.
Susah.
Aku mulai keringat dingin. Kalo gak bisa lepas gimana ya? Tiba-tiba pikiran ku melayang ke masa aku SD. Waktu itu kejadian nya mirip seperti ini, hanya saja yang menempel bukan kipas, tapi permen karet. Ya, temanku yang jahil menempelkan permen karet ke rambutku. Aku sudah mencoba melepasnya, tapi tidak bisa, yang ada kepalaku jadi sakit karena rambutku ditarik-tarik. Akhirnya aku pulang dengan keadaan permen karet menempel di rambutku. Ibu yang melihatnya langsung kaget. Ibu juga berusaha melepaskan permen karetnya, tapi masih gagal juga. Akhirnya Ibu mengambil gunting dan… clek. Rambutku dipotong. Tapi setelah itu model rambutku jadi aneh, pendek sebelah. Besoknya Ibu membawa ku ke salon dan merapikan rambutku.
Oke, cukup flashback nya. Sekarang aku kembali ke kenyataan. Aku memegangi rambut Diora yang tersangkut, memutar-mutarnya berharap akan lepas. Tapi aku tahu, ini gak akan lepas kalo tidak digunting. Diora teriak-teriak gak jelas sehingga menarik perhatian teman-teman sekitar. Aku menyuruhnya diam, tapi dia gak mau. Akhirnya Nayla datang dengan membawa gunting… Waaaah…
Diora yang menyadari rambutnya akan digunting semakin mencak-mencak.
"Mau gak tuh rambutnya lepas?", tanya Nayla tak sabar.
"Ya mau, tapi gak dengan cara diguntiiiing… GAK MAU GAK MAU GAK MAU…..", rengek Diora.
"Gak apa loh, sedikit aja. Nanti kan juga akan tumbuh lagi."
"Enggaaaaak!!!"
Sejujurnya aku agak malas di sini, apa salahnya coba dipotong sedikit aja, andai dia tahu bagaimana posisi rambutnya terhadap kipas itu. Sulit dipisahkan. Diora semakin ribut dan mencak-mencak. Nayla yang memang tak sabar melihat sifat orang seperti itu langsung mendudukkan Diora dan….cklek..
Kipasnya lepas.
"Kyaaaaaaaaaa!!!", Diora berteriak, tak terima rambutnya digunting.
"Cuma dikit looh, lagian itu kipas udah gak bisa lepas dari rambutmu."
"Hiks….", Diora meratapi rambutnya yang tergunting. Hanya sedikit padahal.
Nayla melengos pergi dengan guntingnya. Dalam hati aku berterima kasih akan keberanian Diva, sekarang kipas sudah lepas. Tapi gak bisa muter lagi. Aku meminta maaf dengan tulus kepada Diora. Untung Diora memaafkan. Aku juga meminta maaf kepada Fia. Dan dia juga memaafkan sraya berterima kasih kembali padaku. Aku bingung untuk apa, katanya aku sudah buat dia tertawa lepas. Jadi kesalahanku tadi dijadikannya hiburan yang bisa menghilangkan beban pelajaran satu harian ini.

Ini kipas anginnya


Cerpen perdana yang aku publikasikan :)
ttd : Winni Septi Fanny Yasrin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?