First Goodbye


Aku sangat sadar bahwa akan selalu ada perpisahan untuk suatu perjumpaan. Dan hari ini, aku melambaikan lambaian selamat tinggal untuk pertama kalinya semenjak aku di Amerika.
Workshop di Washington DC telah usai. Malam itu, malam terakhir, adalah waktu yang paling emosional. Aku berusaha keras untuk tidak menangis. Well, aku tidak menangis untuk orang-orang yang baru kutemui, camku dalam hati.
Aku baru bertemu mereka 3 hari yang lalu.
Tapi, kenapa di hari terakhir ini, aku merasa bahwa ada bagian diriku di mereka. Aku melihat diriku di diri mereka.
Aku merasa aku punya banyak momen "me too!" dengan mereka.
Momen "me too!" ini begitu terasa di hari terakhir workshop. Ketika kami sama-sama menuliskan perasaan kami tentang beberapa hal.
Ini menyangkut kembalinya kami ke negara asal kami masing-masing.
Di ruangan itu, ditempeli beberapa kertas karton besar dengan judul di masing-masing bagian atasnya.
"How I see my community"
"Returning to school or work"
"Family and friends"
"My future goals and plans"
"My personal growth"


Kami di beri beberapa sticky notes. Di kertas warna-warni itu, kami menulis perasaan, harapan, dan pikiran-pikiran kami berkaitan dengan 5 hal yang disebutkan diatas tadi.
Sedikit sekali suara di ruangan itu ketika kami mulai menulisi sticky notes dan menempelkannya di karton yang berhubungan. Hanya ada suara derap langkah kaki yang berjalan dari satu karton ke karton lain.
Semua sibuk dengan pikiran masing-masing.
Berpikir, menulis, menempel.
Repeat.

Aku memilih "Returning to school and work" sebagai yang pertama.
Aku berdiri tepat di depan kartonnya.
Aku akan kembali ke kelas dan aktifitasku lagi, di Indonesia. Tidak ada yang bisa kupikirkan selain poin ini. Aku menuliskannya di sticky note lalu menempelkannya ke karton.
Aku menulis: Be always on time for every class and meeting.
Kenapa aku menulis ini?
Entahlah.
Aku hanya berusaha melakukan refleksi singkat atas bagaimana aku yang sebelum dan sesudah di Amerika. Aku benci menunggu, dan akhirnya aku suka jadi late comer, dulu. Supaya aku tidak menunggu. Dan aku merasa lumayan kesulitan untuk beradaptasi di Amerika, awalnya. Kelas sudah hampir penuh 15 menit sebelum perkuliahan dimulai. Rapat dan diskusi kelompok selalu mulai tepat waktu. Aku harus mempercepat jam tangan ku 15 menit dan benar-benar menganggap itu jam yang sebenarnya, agar aku tidak telat.
But now, I'm not the same Winni I used to be. Aku tahu betapa berharganya waktu itu, saat aku diberikan kesempatan untuk merasakan perkuliahan di Amerika, untuk waktu yang tidak bisa dibilang lama: 4 bulan. Bukan ingin menjadi tidak bersyukur, but I wished more.
Orang-orang Amerika mengajarkanku dengan sukses bahwa waktu itu berharga.
I mean, kita semua tahu itu kan. Tapi, tidak semua dari kita yang benar-benar melakukannya.
Aku mengambil gambar karton yang sudah memiliki sticky note ku. Baru ada 3 sticky notes yang tertempel disitu. Aku hanya bisa membaca salah satunya: "The contrast in classroom culture, quality of education."
Ugh, man, I feel it.


Aku berpindah ke karton selanjutnya. "Family and Friends."
Dari jarak sejauh ini, aku mulai mengerti posisi ku diantara teman-temanku. Aku mulai memahami apa arti diriku bagi teman-temanku. Aku menjadi dekat dan tidak lagi dekat dengan beberapa orang. But yeah, aku memang bukan orang yang pandai menjaga kontak. Bukan orang-orang yang terjauhkan itu yang kupikirkan, tapi orang-orang yang tetap ingat padaku,
Dan keluarga, Mamaku yang biasanya menelepon ku hampir 5 kali sehari, sekarang sudah mulai memberi kepercayaan lebih kepadaku. Aku flashback sedikit ke beberapa bulan lalu, saat aku memberitahu Mama tentang beasiswa ini, setelah  lulus tahap pertama. Aku tidak memberi tahu Mama saat mendaftar karena aku takut Mama tidak akan memberi izin. Ada ragu pada suara Mama saat mengizinkanku pergi ke Jakarta untuk tahap selanjutnya saat itu, aku juga tidak berharap banyak. Namun kurasa, Mamaku bersujud dan berdoa di setiap sepertiga malam, mengetuk pintu langit, memohon agar jalanku dipermudah. Perjalananku ini adalah doa Mamaku yang terkabul.
Mungkin, aku sedikit banyak sudah berubah. Aku juga tidak ingin terlalu berharap bahwa teman-teman atau keluargaku tetap menjadi orang-orang yang sama. People change. I know.
Tapi semoga, bukan perubahan itu yang penting.
Semoga, jarak yang pernah terbuat sejauh ini akan membuat aku lebih menghargai keluarga dan teman-temanku.

"My personal growth."
I wrote this:


"My future goals and plans."
Aku merubah beberapa rencana masa depanku setelah beberapa bulan ini. Mengenal lebih banyak orang dan menjalani lebih banyak tempat baru adalah beberapa poin diantaranya. Kisah-kisahku, cerita-ceritaku, adalah kisah dan cerita orang-orang yang kutemui. Semoga Allah mempermudah jalanku.

"How I see my community."
Karton terakhir yang aku datangi. Sudah hampir penuh. Aku menghabiskan beberapa menit untuk membaca tulisan-tulisan yang tertempel disini.

How I see my community back home?
Aku bergabung di beberapa komunitas, ada yang atas keinginanku, dan ada yang, yah, karena sedikit keterpaksaan. Tapi mulai sekarang, aku berjanji akan fokus pada komunitas-komunitas yang memberi dampak positif dan membangun diriku. Mungkin waktu-waktuku yang dulu terbuang untuk mengikuti kegiatan yang bahkan tidak dibenarkan oleh pikiranku, harus kuingat-ingat sekali-kali. Bukan untuk disesali, ya karena kalaupun begitu, waktuku yang terbuang itu juga tidak bisa kembali. Tapi hanya sebagai pengingat, bahwa waktu itu berharga. Kalau aku bisa sedikit lebih cepat mengerti, aku akan lebih memberanikan diriku. Berani untuk melawan arus, berani untuk berkata tidak pada paksaan-paksaan yang hanya mengabiskan waktuku.
Yah, aku menyesali diriku yang dulu cukup penakut.

Aku teringat American Corner saat aku berdiri di depan karton ini.
Aku bersyukur dulu tidak meninggalkan Amcor (singkatan American Corner), meski tekanan kuliah memaksa ku untuk melakukan sebaliknya. Disana, aku mulai membangun mimpi-mimpiku. Melalui orang-orang gigih dan luar biasa yang kutemui. Meski tidak bisa berkontribusi sebanyak yang lainnya, tapi Amcor berada di 3 prioritas teratasku. Aku selalu berusahan untuk sekedar "duduk" beberapa menit atau kalau sedang beruntung, bisa berjam-jam, di Amcor. Karena disana, aku menemui orang-orang yang kurang lebih memperjuangkan hal yang sama denganku. Jadi, hanya dengan berada di sekeliling mereka, aku merasa terkuatkan.
Sekembalinya dari sini, aku berharap akan tetap melihat Amcor sebagai tempat-tempat kami menyandarkan mimpi-mimpi kami. Aku ingin tetap melihat orang-orang yang berjuang keras terhadap mimpi mereka. Aku ingin tetap melihat senyum-senyum optimis meski sebenarnya, lelah sudah mulai menghampiri.

Hari ini, aku melihat diriku sebagai seseorang yang baru.
Aku ingin menjadi lebih optimis lagi terhadap masa depanku.
Aku diberi kesempatan untuk bertemu orang-orang luar biasa, berbagi cerita hidup mereka, saling lempar senyum dan sapa, bahkan berbagi kamar dengan 2 wanita tangguh dari Bangladesh dan Uzbekistan.
Aku tidak pernah membayangkan akan sarapan dengan orang-orang dari Amerika Latin, belajar tutorial make up dari orang Macedonia, yang ternyata adalah sebuah negara (maafkan aku yang kurang pengetahuan umum).
Di mata mereka, aku melihat binar masa depan. Meski sering dulu aku merasa pesimis dengan generasiku, tapi mereka, membuat aku kembali yakin dan semangat untuk melakukan lebih banyak hal-hal baik untuk sekitar.

Entah dengan apa aku harus membalas kesempatan yang diberikan World Learning ini.
Tapi dalam hati terdalamku, aku ingin berarti. Aku ingin menjadi manfaat bagi orang-orang sekitarku.
Mungkin kalau sekarang belum, aku tidak berhenti, aku masih berjalan menuju itu.

Dan sejatinya, seperti pertemuan, tidak ada perpisahan yang abadi.
Aku berharap bisa bertemu mereka lagi, soon in the future. 

-20 November, 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 How do you write a love letter to a place? To a time? To bittersweetness?